Waktu
berjalan begitu cepat dan gue baru sadar kalo gue bukan lagi bocah SMA, saat
ibu domba merapihkan semua atribut sekolah dan nyuruh gue jadi orang, gue
memutuskan pergi dari rumah, dibekali uang seadanya, gue mulai berpetualang di
negeri orang bersama sahabat-sahabat gue.
Sulitnya
menjadi perantauan mulai kita rasakan, dari pekerjaan yang tidak diperpanjang
kontak kerjanya, sampai kehabisan uang dan diusir dari kontrakan, tapi gue dan mereka
tidak berhenti disitu dan putus asa, kita benar-benar saling mendorong dan
menguatkan, kita harus berhasil dan harus, hari itu gue benar-benar mengukur
panjangnya kota karawang dengan kedua kaki ini, makan satu potong pisang berdua
dengan kancil (musang yang membawa, dia satu-satunya yang masih bekerja saat
itu, tapi tabungannya entah kemana dan dia tidak membantu banyak). Meski
begitu, setiap malam kita berkumpul dan berteriak, tertawa dan menari-nari,
bagi gue, mereka adalah keluarga, mereka adalah diri gue yang lain, mereka
benar-benar meredam kerasnya kota perantauan, sampai suatu hari hidup kita berangsur
membaik, semua bekerja dan kita pindah kerumah yang besar, membangun rumah
tangga yang begitu bahagia.
Gue,
rubah dan rusa melanjutkan sekolah waktu itu, sementara kancil harus pindah ke
kota bekasi karena pekerjaanya, keledai harus menghadap sang pencipta lebih
dulu karena sakit, sementara musang masih bareng kita dan kegilaanya yang
selalu menghabiskan gajinya dalam waktu seminggu, setiap hari kita menjalani
hidup dengan bekerja dan kuliah, saling membantu dan mengisi, waktu itu gue
anggap mereka bagian terbaik dari perjalanan hidup gue.
Dibangku
kuliah, kita bertemu tiga wanita yang kurang cantik, mereka parkit, beo, dan
jalak, entah kapan kita mulai dekat, tapi tanpa ada yang sadar kita membentuk
geng, setiap hari kita berangkat dan pulang kuliah bareng, mereka juga bekerja
dan menempuh hidup yang berat, setiap hari libur mereka datang kerumah untuk
berkumpul, memasak, nonton, atau bergunjing, sampai mereka bertiga memperkuat
pertahanan dan membuat hidup gue nyaman se-nyaman-nyamannya, sampai akhirnya
kita lulus bersama kecuali musang (dia melanjutkan kuliah ditahun berikutnya
setelah gue, tapi dia berhenti disemester 3 karena hidupnya labil), hari wisuda
kita biasa saja, pemindahan tali topi dan berfoto keluarga, kita sama sekali
tidak sempat foto bersama, dan beban hidup berkurang dengan berakhirnya tagihan
biaya kuliah, parkit menikah dan berhenti berhubungan dengan geng, sementara
beo dan jalak masih menjadi teman perjalanan gue.
Selain
mereka, pada waktu yang sama ditempat gue bekerja dulu gue juga punya sahabat,
mereka adalah semua partner kerja gue kecuali beberapa orang yang menyebalkan
dan kurang cocok dengan gue, dimana-mana gue punya geng tak terkecuali ditempat
kerja, selain membentuk tim dalam bekerja kita membentuk tim untuk sekedar
teman minum kopi atau menghabiskan hari sebelum weekend tiba, sampai sekarang
gue masih masih berhubungan sama mereka dan sebagian dari mereka masih bekerja
ditempat itu, sebagiannya lagi memilih menjadi pengusaha.
Hidup
itu tentang siapa yang datang menemui dan siapa yang lebih dulu meninggalkan, kepergian
rubah membuat gue cukup kacau, karena dia adalah orang yang dari pertama menjadi
teman perjalanan panjang gue, hidup gue masih berlanjut tanpa rubah, tak lama
rusa pindah ke bekasi karena pekerjaan dia yang lebih baik ada disana, tinggal
gue dan musang, kita sudah tak ada yang seatap, meskipun dalam sebulan kita
sering menghabiskan akhir pekan atau liburan bersama, sampai hari itu tiba,
musang pergi menghadap sang pencipta, orang yang selalu pesimis dan merasa
paling tidak beruntung diantara kawanannya, orang yang paling tulus diantara
yang lain, hari itu seperti episode terakhir dari kisah perjalanan hidup gue
dan mereka semua, mereka yang menjadi sayap kanan dan kiri gue dan selalu
membuat gue bisa terbang kemanapun, mereka yang menjadi obat saat gue sakit,
dan mereka yang selalu menjadi penawar letih saat gue hampir menyerah dengan
hidup, tanpa mereka hidup gue masih harus berlanjut.
Comments
Post a Comment